28.3.11

Kisah sang putri (part 2)

Putri itu merapikan rambutnya, mengamati sekali lagi penampilannya di cermin dan tersenyum puas. Hari ini adalah hari perayaan yang dinanti-nantikannya. Namun sedikit keraguan terbersit di hatinya. "Aku akan baik-baik saja. Aku bisa melaluinya" gumamnya.

Jegrek! Pintu gerbang dibuka. Sang putri melangkahkan kakinya keluar dengan senyum mengembang dibibirnya. Sebuah payung tersandar di pundaknya. Cuaca yang bersahabat, katanya dalam hati. Aku percaya hari ini akan menjadi hari yang baik.

Jalanan tampak ramai. Orang-orang berlalu lalang mengenakan pakaian berwarna cerah dan kebahagiaan terukir diwajah mereka. Ya, hari ini adalah perayaan kemerdekaan. Kemerdekaan dari penjajahan yang didalangi oleh seorang raja yang sangat kejam. Jangan tanya kejamnya seperti apa. Tidak ada orang yang mau mengingatnya.

Wajah sang putri tampak riang. Dia memandang sekelilingnya dengan bersemangat. Di kiri kanan jalan tampak berbagai penjual menjajakan barang dagangannya. Ada perhiasan, pakaian, binatang, dan heiii...ada gulali kapas!

Sang putri menghampiri si penjual dan memutuskan untuk membeli satu. Dia baru membuka mulutnya untuk menikmati gulali kapas tersebut ketika ada sekelompok anak kecil yang mengenakan topeng berlari dan tidak sengaja menyenggolnya.

Sang putri hanya tersenyum kecil. Matanya mengawasi langkah anak-anak itu dan tiba-tiba matanya tertumbuk pada sesuatu. Tanpa sadar, jari-jarinya mencengkram gagang payungnya lebih erat. Mukanya memucat dan gulali di tangannya terjatuh. Tidak jauh dari tempatnya berdiri, tampak seseorang yang dikenalnya. SANG MANTAN RAJA!

Sang putri langsung membalikkan badannya. Apa yang tidak diharapkannya ternyata terjadi. Dia sudah memperkirakan ini sebelumnya. Dia menyangka dia mampu menghadapinya, namun hatinya ternyata
tidak mau diajak bekerjasama.

Tenangkan dirimu, batinnya. Jangan menoleh. Dia tidak menyadari kamu ada disini.

Sementara itu suara dan tawa sang mantan raja makin mendekat, mendekat....

Sang putri menahan nafasnya. Waktu seolah berjalan melambat.

Satu...dua...tiga...Wushh..!!!

Suara itu melewati punggungnya, perlahan menjauh sebelum akhirnya menghilang. Sang putri menghela nafas lega. Kebimbangan kembali merambat di hatinya.

'Kamu harus segera pulang'. Suara hati mengingatkan.

'Tunggu dulu! Apa kamu yakin? Kamu sudah lama tidak bertemu dengannya'. Suara lain muncul dari dalam pikirannya.

'Putri, ingat janji dan keputusanmu dulu'.

'Kamu tidak melanggar janjimu kok, kamu hanya akan mengamati dia sebentar saja. Kamu tidak akan menyapanya ataupun mengundangnya masuk kembali. Hanya me-li-hat. Kamu dikarunia mata untuk melihat putri'.

'Jangan dengarkan dia'.

'Ayolah, sebentarrrr...... saja. Kamu tidak akan menyesal'.

'Putri...putri...jangan...!!!'
Suara hati semakin mengecil dan akhirnya menghilang.

Suara pikiran berbisik kembali. 'Jangan ragu. Tidak ada orang lain yang tahu. Ini hanya akan menjadi rahasia kita berdua selama kamu tidak bercerita ke yang lain'.

Sang putri mengangguk pelan. Tidak ada yang salah, tidak ada yang salah...semua akan baik-baik saja...

Sang putri berjalan perlahan melewati kerumunan mencari sosok sang mantan raja. Langkahnya agak tergesa-gesa. Gaunnya yang panjang bergesekan dengan jalan sepanjang dia berjalan.

Dia tidak perduli apakah gaunnya yang berwarna putih akan kotor ataupun robek diinjak orang. Pikirannya hanya tertuju pada satu hal. Dia tidak ingin menyesal, atau...justru dia akan menyesal setelah ini? Dia tidak perduli. Dia tidak mau memikirkannya. Apapun yang terjadi, itu urusan belakangan.

Akhirnya sang putri menemukan sosok yang dicarinya. Sang mantan raja! Tanpa sadar wajah sang putri merona. Hatinya diliputi kebahagiaan. Jantungnya berdegup cepat, apalagi ketika dia melihat sang mantan raja mengenakan pakaian yang sama dimana mereka bertemu terakhir kalinya.

Sang mantan raja tampak asik berbicara dengan seseorang, tidak menyadari bahwa sang putri mengamatinya dari jauh. Sang putri melongok ke kiri dan kanan, berusaha melihat dengan siapa sang mantan raja berbicara.

Ketika sang putri berhasil melihatnya, senyum di wajahnya langsung lenyap. Suatu perasaan aneh membanjiri dirinya. Suatu perasaan tidak suka dan tidak rela...

Seorang gadis cantik dalam gaun menarik sedang berbicara dengan sang mantan raja. Gadis itu sesekali tertawa, menunjukkan lesung pipinya dan deretan giginya yang berwarna putih, sedangkan sang mantan raja juga terkadang tertawa.

Siapa gadis itu? Aku belum pernah melihatnya. Apakah dia kekasih barunya? Jangan-jangan gadis yang sedang ditaksirnya?

Sang putri menggigit bibir bawahnya, berusaha menahan rasa kecewa dan cemburu yang melanda hatinya. Sang putri mengamati gadis tersebut, membandingkan dirinya dengan gadis itu. Membandingkan apa yang dia miliki dan tidak miliki dari gadis itu.

"Permisi nona, jangan menghalangi jalan".

Tiba-tiba seseorang dari belakang mendorongnya ke samping. Sang putri sempat terhuyung namun tetap bisa menjaga keseimbangannya. Kejadian sesaat itu ternyata menarik perhatian sang mantan raja.

Mata sang putri membelalak ngeri ketika kepala sang mantan raja menoleh ke arahnya. Pandangan mereka bertemu. Waktu membeku. Sang mantan raja menatapnya dengan tatapan yang tidak dimengerti sang putri. Tatapan yang tajam. Tatapan yang menembus langsung ke relung hatinya, menghangatkan kembali sel-sel hatinya yang telah membeku, mendobrak-dobrak pintu keramat tempat sang putri menyimpan permatanya yang paling berharga. Alarm peringatan berbunyi keras dikepalanya. Sang putri segera tersadar.

Sementara itu, sang mantan raja mengucapkan sesuatu kepada gadis disebelahnya, kemudian bergerak ke arahnya. Sang putri tahu dia harus membuat keputusan sekarang. Melangkah maju atau mundur. Hatinya tidak siap. Tanpa sadar dia melangkah
mundur, mundur...dan ketika sang mantan raja mempercepat langkahnya, sang putri membalikkan badannya, berlari kecil menerobos kerumunan orang disekitarnya.

No comments:

Post a Comment