25.2.11

Kisah sang putri (part 1)

Gerbang itu tertutup rapat, berpalang besar dengan paku-paku yang menancap diatasnya. Seolah tak cukup, ada rantai besi dan gembok yang melingkupinya. Di pintu gerbang tertoreh tinta berwarna hitam bertuliskan 'DILARANG MASUK'.

Seseorang tampak berdiri bingung didepan pintu gerbang itu. Dahulu dia tinggal dan sempat bertahta di dalam istana dibalik gerbang itu. Dia dikasihi dan mendapat pelayanan istimewa. Apapun perkataan dan keputusannya, selalu dianggap bijaksana.

Namun suatu ketika di waktu fajar, semuanya mendadak lenyap. Dia terbangun dan menemukan dirinya terhampar di jalanan, persis didepan pintu gerbang. Pakaian kebesaran tidak menempel lagi dipundaknya. Sekarang dia tampak tak ada bedanya dengan penduduk biasa.

Sang mantan raja menggedor keras-keras gerbang itu. Dia mencoba melepaskan rantai besi dan gembok yang tergantung disana. Dia memanggil ahli kunci, yang berakhir dengan kesia-siaan. Ahli kunci berkata gembok itu dibuat khusus, tidak bisa dibuka dengan apapun kecuali oleh si pemilik kunci asli.

Sang mantan raja tidak menyerah. Dia kembali menggedor-gedor gerbang itu. Dia bertekad tidak akan pergi sebelum mendapat penjelasan. Tangannya perlahan memerah, dan darah mulai mengucur dari buku jari tangannya.

Tiba-tiba terdengar suara dari balik pintu

"Menyerahlah. Tinggalkan tempat ini".

"Tidak bisa! Ini adalah kediamanku!" balas sang mantan raja.

"Memang, tetapi itu dahulu. Carilah tempat lain".

"Mengapa? Mengapa kau mengusirku? Bukankah kau yang dahulu mengundangku masuk?"

Suasana hening sesaat.

"Maafkan aku. Ini semua salahku. Karena keegoisanku. Aku merasa...kau bukan orang yang tepat".

"Come on! Setelah semua yang kita lalui bersama, bagaimana mungkin kau mencampakkanku begitu saja? Ingatlah saat-saat itu".

"Aku...tidak bisa. Aku telah memikirkan masak-masak semuanya ini. Demi kebaikanku, dan demi kebaikanmu juga. Pergilah, aku merelakanmu. Aku percaya ada tempat lain yang lebih baik untukmu diluar sana".

"Tapi, bagaimana denganmu?"

"Tidak usah pikirkan diriku. Aku sendiri yang membuat keputusan ini. Aku akan menunggu, menunggu sampai orang yang tepat datang menggantikan dirimu".

"Kamu yakin orang itu ada? Aku masih berdiri disini untukmu".

"Aku... memilih untuk percaya. Sekarang pergilah".


Sang mantan raja menundukkan kepala dan membalikkan badannya. Satu langkah, dua langkah...dia membalikkan badannya kembali, menoleh ke arah pintu gerbang, berharap tiba-tiba gerbang itu terbuka dan dia dipersilahkan masuk kembali. Tapi gerbang itu tetap tertutup.

Sang mantan raja melanjutkan perjalanannya, mengembara ke tempat lain, mencari tempat dimana dia akan dipersilahkan masuk. Sebuah ikrar terukir dihatinya:

"Aku akan datang kapanpun dia memintaku untuk kembali. Aku akan selalu ada untuknya".

20.2.11

Matahari sore

Senja menjelang. Matahari hampir selesai bekerja. Dia mengepak-ngepakkan barangnya, mempersiapkan ruang untuk bulan yang akan menggantikannya. Cahaya matahari begitu lembut saat ini. Warna oranye berpendar disepanjang lorong apartemen. Tiba-tiba muncul siluet seorang perempuan. Tampak tinggi dan sebelah tangannya memegang sesuatu. Sesaat kukira dia akan menghampiri sang matahari. Tuk, tuk, tuk. Namun beberapa langkah sebelum mencapai matahari, perempuan itu berbelok ke kiri, membuka suatu pintu, melemparkan barang ditangannya kedalam sana sambil mengernyit jijik. Aroma yang menusuk membanjiri hidungnya. Dengan segera perempuan itu menutup pintu yang bertuliskan 'Ruang sampah'. Perempuan itu melangkahkan kakinya kembali menuju arah darimana dia berasal. Sinar matahari yang memanggilnya tidak dihiraukannya.

9.2.11

Matahari dan bulan

Aku ingin menjadi matahari,
Besar, kuat, dan memancarkan kehangatan
Memberi keceriaan bagi orang-orang yang melihatnya

Aku ingin menjadi bulan,
Bersinar diantara gelapnya malam
Memancarkan kelembutan bagi mereka yang dirudung duka

Namun sama seperti matahari dan bulan,
Aku tidaklah sempurna
Terkadang kemilauku tertutup oleh sang gerhana